Kesulitan Belajar (LD / learning disability / learning disorder)

Definisi

Gangguan kesulitan belajar (learning disabilities/ LD) merupakan salah satu permasalahan yang banyak ditemui dalam dunia pendidikan. LD menyangkut ketidak mampuan siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas akademiknya secara tepat. LD adalah kondisi yang dialami siswa berkait dengan adanya hambatan, keterlambatan dan ketertinggalan dalam kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Siswa yang berkesulitan belajar adalah siswa yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus maupun umum, baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab lain sehingga presatsi belajarnya rendah dan anak beresiko tinggi tinggal kelas (Yusuf, M, 2003).

Kesulitan belajar (LD) adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi motoriknya (Warkitri, 1990).

Kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya (Siti Mardiyanti, 1994).

Etiologi

Ada beberapa penyebab kesulitan belajar yang terdapat pada literatur dan hasil riset, yaitu : (1.) Faktor keturunan atau bawaan, (2.) Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau prematur, (3.) Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok, menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa kehamilan, (4.) Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah tenggelam, (5.) Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar biasanya mempunyai sistem imun yang lemah, dan (6.) Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik, merkuri atau raksa, dan neurotoksin lainnya (Harwell, 2001).

Sementara Kirk & Ghallager (1986) menyebutkan faktor penyebab kesulitan belajar sebagai berikut:

Faktor Disfungsi Otak, Penelitian mengenai disfungsi otak dimulai oleh Alfred Strauss di Amerika Serikat pada akhir tahun 1930-an, yang menjelaskan hubungan kerusakan otak dengan bahasa, hiperaktivitas dan kerusakan perceptual. Penelitian berlanjut ke area neuropsychology yang menekankan adanya perbedaan pada hemisfer otak. Menurut Wittrock dan Gordon, hemisfer kiri otak berhubungan dengan kemampuan sequential linguistic atau kemampuan verbal; hemisfer kanan otak berhubungan dengan tugas-tugas yang berhubungan dengan auditori termasuk melodi, suara yang tidak berarti, tugas visual-spasial dan aktivitas non verbal. Temuan Harness, Epstein, dan Gordon mendukung penemuan sebelumnya bahwa anak-anak dengan kesulitan belajar (learning difficulty) menampilkan kinerja yang lebih baik daripada kelompoknya ketika kegiatan yang mereka lakukan berhubungan dengan otak kanan, dan buruk ketika melakukan kegiatan yang berhubungan dengan otak kiri. Gaddes mengatakan bahwa 15% dari anak yang termasuk underachiever, memiliki disfungsi system syaraf pusat (Kirk & Ghallager, 1986).

Faktor Genetik, Hallgren melakukan penelitian di Swedia dan menemukan bahwa, yang faktor herediter menentukan ketidakmampuan dalam membaca, menulis dan mengeja diantara orang-orang yang didiagnosa disleksia. Penelitian lain dilakukan oleh Hermann (Kirk & Ghallager, 1986) yang meneliti disleksia pada kembar identik dan kembar tidak identik yang menemukan bahwa frekwensi disleksia pada kembar identik lebih banyak daripada kembar tidak identik sehingga ia menyimpulkan bahwa ketidakmampuan membaca, mengeja dan menulis adalah sesuatu yang diturunkan.

Faktor Lingkungan dan Malnutrisi, Kurangnya stimulasi dari lingkungan dan malnutrisi yang terjadi di usia awal kehidupan merupakan dua hal yang saling berkaitan yang dapat menyebabkan munculnya kesulitan belajar pada anak. Cruickshank dan Hallahan (Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa meskipun tidak ada hubungan yang jelas antara malnutrisi dan kesulitan belajar, malnutrisi berat pada usia awal akan mempengaruhi sistem syaraf pusat dan kemampuan belajar serta berkembang anak.

Faktor Biokimia, Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan Comfers (Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam jangka pendek dapat mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian penelitian Levy (Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan makanan buatan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Pada sebagian anak, diet ini berhasil namun ada juga yang tidak cukup berhasil. Beberapa ahli kemudian menyebutkan bahwa memang ada beberapa anak yang tidak cocok dengan bahan makanan.

Prevalensi

Bahwa prevalensi LD sangatlah bervariasi, dari 1% hingga 30% (Hallahan dan Kauffman, 1988). Secara umum, prevalensi kesulitan belajar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Prevalensi anak kesulitan belajar pada sekolah umum di Amerika Serikat pada tahun 1976-1977 sebesar 1,8% (Lyon, 2001).

Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa dari 3.215 murid kelas satu hingga kelas enam SD di DKI Jakarta, terdapat 16,52% siswa yang dinyatakan sebagai murid berkesulitan belajar oleh guru (Abdurrahman, M, 1999).

Klasifikasi

Pengelompokkan anak LD akademis :

Disleksia: kesulitan membaca, termasuk ketakmampuan mengeja dan menulis. Anak disleksia memiliki ciri pemrosesan informasi yang tidak efisien, kesulitan dalam working memory, kesulitan mengurutkan dan organisasi. misalnya mengeja huruf b jadi d, membaca ‘susu’ jadi ‘usus’.

Disgrafia: kesulitan menulis, termasuk penyimpangan kelancaran verbal dan menyatakan pikirannya dalam bentuk tulisan. misalnya menulis terbalik ‘nama’ jadi ‘mana’, angka 6 jadi 9, dll.

Diskalkulia: ketakmampuan untuk berpikir kuantitatif, misalnya tidak dapat membedakan tanda + dengan x.

Dispraksia : Ceroboh dan kurang terampil misalnya sering menabrak ujung meja, tidak dapat menggunting garis lurus, dll.

Tanda dan Gejala

Tanda dari kesulitan belajar sangat bervariasi, tergantung dari usia pada saat itu. Sensitifitas atau kepekaan orang tua dan guru seringkali sangat membantu dalam deteksi dini. Orang tua atau guru yang melihat adanya kesenjangan yang konsisten antara kemampuan akademik anak dengan kemampuan rata-rata teman sekelasnya atau prestasi anak yang tidak kunjung meningkat walaupun pelajaran tambahan sudah diberikan, haruslah mulai berfikir apa yang sebenarnya terjadi dalam diri sang anak.

Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4) kepribadian.(Abin syamsudin, 2003).

Gambaran Klinis

Menurut Burton, sebagaimana dikutip oleh Abin S.M. (2002), faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar individu dapat berupa faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam diri yang bersangkutan, dan faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri yang bersangkutan.

Kesulitan belajar adalah kesulitan yang dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya, sehingga berakibat pada prestasi belajar rendah atau perubahan tingkah laku yang terjadi tidak sesuai dengan prestasi yang dicari oleh sebagain besar dari teman-temannya sekelas (Sumartana, 1986). Sedangkan Partowisasto menjelaskan bahwa kesulitan belajar adalah merupakan suatu kesukaran atau kesulitan dalam usaha memperoleh ilmu pengetahun, keterampilan dan sikap-sikap tertentu (1986).

Prognosis

Sebagai patokan untuk mengetahui kasulitan belajar, dapat ditetapkan berdasarkan tingkat pencapaian tujuan pendidikan, kedudukan dalam kelompok, perbandingan antara potensi dan prestasi, dan tingkah laku yang nampak (Dikdasmen, 1994 ).

1 komentar:

  1. Maaf untuk daftar pustakanya dari sumber mana saja kalau boleh tau?
    terimakasih

    BalasHapus

Share |